Renungan Tahun Baru
Label : Kata Mutiara
Adalah sebuah keanehan jika engkau bersukaria menikmati kejatuhan di dalam keberhasilan.
Coba kau renungkan, bahwa didalam kitaran para pengikut dan berbagai pujian, engkau ternyata belum memasuki pintu gerbang kerohanian.
Lihatlah…, amatilah…, camkanlah…, bahwa orang-orang berpesta pora sambil saling singguk untuk mengumpulkan pecahan-pecahan kaca.
Engkau menyukai pujian untuk dirimu? Obatnya, turunlah dari kursimu dan duduklah di atas tanah.
Hindari membeli Neraka begitu murah.
Jangan memastikan pintu Surga telah terbuka untuk menyongsongmu hanya karena orang-orang mengatakan engkau saleh.
Untuk membedakan dirimu dengan orang lain, pertama-tama lihatlah bahwa engkau sama dengan mereka.
Lebah suka mengisap sari bunga untuk dijadikan madu. Kau isaplah kebaikan yang ada pada setiap orang untuk kau jadikan madu dalam penyempurnaan hidup spiritualmu.
Meditasi bukanlah sebuah permainan anak-anak dan juga bukan merupakan hobi sampingan. Sebaliknya meditasi adalah sebuah pencarian sungguh-sungguh akan Sang Jati Diri.
Jangan pikirkan sakitnya cobaan hidup, tetapi renungkanlah akibat indah cobaan hidup tersebut.
Tanpa peta, tanpa "guide", pencarianmu hanya akan menghilangkan dirimu.
Tanyakan dirimu, "Bisakah kau tidak cemberut melihat orang lain tersenyum?"
Tanyakan dirimu, "Bisakah kau cakupkan tangan melihat orang lain berhasil?"
Biarlah Tuhan menjadi Tuhan. Sadarilah bahwa dengan kemampuan terbatas kau tidak bisa menciptakan Tuhan.
Pusatkan perhatian dan tindakanmu pada kepasrahan dan bukan pada dosa atau perbuatan saleh yang kau lakukan.
Sadari selalu: Orang di depanmu belum tentu lebih rendah darimu, siapa pun dia dan bagaimana pun statusnya.
Sadari selalu: Orang di hadapanmu belum tentu lebih baik darimu, siapa pun dia dan bagaimana pun stasusnya.
Apa yang kau raba, belum tentu Kebenaran. Karena kau buta.
Kau puji orang karena ia memuaskan keinginanmu. Kau maki orang karena ia tidak memuaskan keinginanmu.
Kau sebut diri sebagai teman karena kau menerima kasih darinya. Sudahkah kau berikan kasihmu pula?
Sungguh, kau perlu perhiasan karena kau miskin.
Kau antarkan orang tuamu dengan tangis dan gelimangan air mata. Tetapi, kau belum menerimanya sebagai gurumu.
Sungguh dan sungguh, kau buta karena matamu melek.
Ah malangnya dikau, kau cuci hatimu dengan arang.
Begitu bersemangat mengayuh perahu? Kau lupa memutuskan tali pengikat perahumu.
Kau katakan memberi. Kau punya apa?
Cobalah untuk tidak mencari Tuhan di panggung, kau pasti berhasil.
Berhenti menghitung, kau akan dapatkan jumlah.
Mengetahui nafas berarti kau menjadi Tuan bagi hidupmu.
Telinga masuk air? Keluarkanlah dengan air. Tertusuk duri? Keluarkanlah dengan duri. Seperti itu pula, keluarkanlah hidup dengan hidup.
Banyak mendengar, banyak melihat; mengurangi kesempatan untuk engkau merasakan.
Jangan, jangan terbang terlalu tinggi. Jangan, jangan menyelam terlalu dalam. Tinggallah di sini, sebab kau ada di sini.
Yang jauh ada di sini, yang dekat ada nun jauh di sana. Jauh dan dekat hanya persepsi sementara ciptaanmu.
Pada akhirnya engkau harus setuju: yang terbaik untukmu adalah hidup sederhana.
Coba kau renungkan, bahwa didalam kitaran para pengikut dan berbagai pujian, engkau ternyata belum memasuki pintu gerbang kerohanian.
Lihatlah…, amatilah…, camkanlah…, bahwa orang-orang berpesta pora sambil saling singguk untuk mengumpulkan pecahan-pecahan kaca.
Engkau menyukai pujian untuk dirimu? Obatnya, turunlah dari kursimu dan duduklah di atas tanah.
Hindari membeli Neraka begitu murah.
Jangan memastikan pintu Surga telah terbuka untuk menyongsongmu hanya karena orang-orang mengatakan engkau saleh.
Untuk membedakan dirimu dengan orang lain, pertama-tama lihatlah bahwa engkau sama dengan mereka.
Lebah suka mengisap sari bunga untuk dijadikan madu. Kau isaplah kebaikan yang ada pada setiap orang untuk kau jadikan madu dalam penyempurnaan hidup spiritualmu.
Meditasi bukanlah sebuah permainan anak-anak dan juga bukan merupakan hobi sampingan. Sebaliknya meditasi adalah sebuah pencarian sungguh-sungguh akan Sang Jati Diri.
Jangan pikirkan sakitnya cobaan hidup, tetapi renungkanlah akibat indah cobaan hidup tersebut.
Tanpa peta, tanpa "guide", pencarianmu hanya akan menghilangkan dirimu.
Tanyakan dirimu, "Bisakah kau tidak cemberut melihat orang lain tersenyum?"
Tanyakan dirimu, "Bisakah kau cakupkan tangan melihat orang lain berhasil?"
Biarlah Tuhan menjadi Tuhan. Sadarilah bahwa dengan kemampuan terbatas kau tidak bisa menciptakan Tuhan.
Pusatkan perhatian dan tindakanmu pada kepasrahan dan bukan pada dosa atau perbuatan saleh yang kau lakukan.
Sadari selalu: Orang di depanmu belum tentu lebih rendah darimu, siapa pun dia dan bagaimana pun statusnya.
Sadari selalu: Orang di hadapanmu belum tentu lebih baik darimu, siapa pun dia dan bagaimana pun stasusnya.
Apa yang kau raba, belum tentu Kebenaran. Karena kau buta.
Kau puji orang karena ia memuaskan keinginanmu. Kau maki orang karena ia tidak memuaskan keinginanmu.
Kau sebut diri sebagai teman karena kau menerima kasih darinya. Sudahkah kau berikan kasihmu pula?
Sungguh, kau perlu perhiasan karena kau miskin.
Kau antarkan orang tuamu dengan tangis dan gelimangan air mata. Tetapi, kau belum menerimanya sebagai gurumu.
Sungguh dan sungguh, kau buta karena matamu melek.
Ah malangnya dikau, kau cuci hatimu dengan arang.
Begitu bersemangat mengayuh perahu? Kau lupa memutuskan tali pengikat perahumu.
Kau katakan memberi. Kau punya apa?
Cobalah untuk tidak mencari Tuhan di panggung, kau pasti berhasil.
Berhenti menghitung, kau akan dapatkan jumlah.
Mengetahui nafas berarti kau menjadi Tuan bagi hidupmu.
Telinga masuk air? Keluarkanlah dengan air. Tertusuk duri? Keluarkanlah dengan duri. Seperti itu pula, keluarkanlah hidup dengan hidup.
Banyak mendengar, banyak melihat; mengurangi kesempatan untuk engkau merasakan.
Jangan, jangan terbang terlalu tinggi. Jangan, jangan menyelam terlalu dalam. Tinggallah di sini, sebab kau ada di sini.
Yang jauh ada di sini, yang dekat ada nun jauh di sana. Jauh dan dekat hanya persepsi sementara ciptaanmu.
Pada akhirnya engkau harus setuju: yang terbaik untukmu adalah hidup sederhana.
0 Response to "Renungan Tahun Baru"
Posting Komentar