Perjamuan Jiwa

Bangunlah, cintaku.
Bangun!
Kerana jiwamu mengalu-alumu dari dasar laut,
Dan menawarkan padamu sayap-sayap di atas
Gelombang yang mengamuk. Bangunlah,
Kerana sunyi telah menghentikan derap kaki
Kuda dan langkah para pejalan kaki
Rasa kantuk telah memeluk roh setiap laki-laki,
Sementara aku terbangun sendiri, rasa rindu
Membukakan kertas surat tidurku.
Cinta membawaku dekat denganmu,
Namun kebimbangan melemparkan diriku menjauh
Darimu
Aku telah membuang bukuku, kerana keluhku
Mengunci kata-kata dan desah nafasku
Meninggalkan tempat tidurku,
Cintaku,
Kerana takut pada hantu lupa yang berada
Di balik selimut.
Aku telah membuang bukuku, kerana keluhku
Mengunci kata-kata dan desah nafasku
Meninggalkan halaman buku yang kosong di
Depan mataku! Bangun,
Bangunlah,
Cintaku dan dengar diriku!
Aku mendengarkamu
Cintaku!
Aku mendengar panggilanmu dari lautan lepas
Dan merasakanlembutnya sentuhan sayapmu.
Aku telah jauh dari ranjangku,
Beranjak ke tanah lapang, hingga embun
Membasahi kaki dan bajuku.
Di sinilah aku berdiri,
Di bawah bunga-bunga pohon badam,
Memenuhi panggilan jiwamu.
Bicaralah padaku,
Cintaku
Dan biarkan nafasmu menghirup angin
Gunung yang datang padaku dari
Lembah-lembah Lebanon.
Bicaralah.
Tak ada yang akan mendengar selain diriku.
Malam telah melarutkan semua manusia
Di tempat tidurnya.
Syurga telah menyulam cahaya rembulan
Dan menghamparkannya ke seluruh
Daratan Lebanon,
Cintaku.
Syurga telah meriasnya dengan
Bayangan malam,
Jubah tebal membentang dihembus asap
Dari cerobong kain,
Di hembus nafas kemari, dan mengelarnya
Di telapak kota,
Cintaku.
Para penduduk telah pulas menganyam mimpi
Di ubun-ubunnya di tengah pohon-pohon
Kenari. Jiwa mereka mempercepat langkah
Mengejar negeri mimpi,
Cintaku.
Lelaki-lelaki lunglai menggendong emas,
Dan tebing curam yang akan di lalui
Meleaaskan lutut mereka
Mata mereka mengantuk kerana dililit
Kesulitan dan ketakutan
Mereka melemparkan tubuh ke tempat tidur
Sebagai tempat berlindung dari hantu-hantu
Yang menakutkan dan mengerikan,
Cintaku.
Hantu-hantu dari masa lalu berkeliaran di
Lembah-lembah
Jiwa para raja melintasi bukit-bukit.
Pikiranku yang berhias kenangan
Menyingkat kekuatan bangsa Chaldea,
Kemegahan arab.
Di lorong-lorong gelap,
Jiwa-jiwa pencuri yang tegap berjalan,
Muncung-muncung nafsu ular berbisa muncul
Dari celah-celah benteng,
Dan rasa sakit berdengung kematian,
Muntah-munah sepanjang jalan.
Kenangan menyingkap tabir kelupaan
Dari matakku dan nampaklah Sodom yang
Menjijikkan, serta dosa-dosa gomorah.
Ranting-ranting berayun-ayun,
Cintaku,
Dan desirnya bertemu dengan alunan
Anak sungai di lembah.
Syair-syair Sulaiman,
Nada kecapi Daud dan lagu Ishak Al-Mausaili
Terngiang-ngiang di telinga kami.
Jiwa anak-anak yang lapar di
Penginapan menggelupur,
Ibunya mengeluh di atas kamar kesedihan,
Dan kekecewaan telah jatuh dari langit
Mimpi-mimpi kebimbangan melanda
Hati yang lemah.
Aku mendengar rintihan pahitnya.
Semerbak bunga melambai seiring nafas
Pohon-pohon cedar.
Terbawa angin sepoi-sepoi menuju perbukitan,
Harum itiu mengisi jiwa dengan kasihsayang
Dan meniupkan kerinduan untuk terbang
Tapi racun dari rawa-rawa berkelana
Mengepul bersama penyakit.
Seperti panah rahasia yang tajam,
Racun itu telah menembusi perasaan
Dan meracuni udara.
Tanpa kusadari matahari telah
Mengilaukan cahaya pagi,
Cintaku,
Dan jari-jari timur yang lentik menimang
Mata-mata orang yang terlelap.
Cahaya itu memaksa mereka untuk
Membuka daun jendela dan menyelak
Hati dan kemenangan.
Desa-desa,
Yang sedang tertidur dalam damai
Dan tenang di pundak-pundak lembah,
Bangun,
Loceng-loceng berdenting memenuhi angkasa
Sebagai panggilan untuk bermula berdoa.
Dan dari gua-gua,
Gemagema juga berdengung,
Seolah-olah seluruh alam sedang berdoa
Bersama-sama dengan khusuknya.
Anak-anak sapi telah keluar dari kandangnya,
Biribiri dan kambing meninggalkan
Bangsalnya untuk menuai rumput yang
Berembun dan berkilatan cahaya.
Penggembalanya mengikuti dari belakang
Sambil mengamatinya di balik lelalang.
Di belakangnya lagi gadis-gadis bernyanyi
Seperti burung menyambut pagi.
Kini tangan siang hari yang perkasa
Terbaring di atas kota.
Tirai telah di selak dari jendela dan
Pintupun terbuka.
Mata dan penat dan lesu para
Penjahit telah siap di tempat kerjanya.
Mereka merasakan kematian telah melanggar
Batas kehidupan mereka,
Dan riak muka yang layu mempamerkan
Ketakutan dan kekecewaan.
Di jalanan padat dengan jiwa-jiwa yang
Amak dan tergesa-gesa,
Dan di mana-mana terdengar desingan besi,
Pusingan roda dan siulan angin
Kota telah menjadi arena pertempuran di mana
Yang kuat menindas yang lemah dan si kaya
Mengeksploitasi dan menguasai si miskin
Betapa indah hidup ini,
Cintaku,
Seperti hati penyair yang penuh dengan
Cahaya dan kelembutan hati.
Dan betapa kerasnya hidup ini,
Cintaku,
Seperti dada para penjahat yang berdebar-debar
Kerana selalu merasa bimbang dan takut

0 Response to "Perjamuan Jiwa"

Posting Komentar

Free Website Hosting